Aku mengerti saat kau mengatakan masih mencintainya, masih terkenang oleh segala kelebihannya, hingga mungkin di hati kecilmu terselip ingin untuk menantinya sebagai sebuah ruang waktu untuk kesempatan kedua.
Dari situ, aku pun akhirnya mengerti bahwa ternyata kini diriku sudah tak lagi memiliki arti selain seorang teman untuk berbagi. Kau memang tak pernah mengatakan lugas padaku adakah rasa denganku dulu masih tersimpan hingga kini, namun semua tutur singkatmu tentang seseorang yang berarti di hidupmu tak sedikitpun lagi mengisyaratkan sosok diriku disana. Meski dulu kau senantiasa mengucapkannya.
Ingin sekali aku meragukan harapanku, namun semua ucapan dan janjimu dulu tak sedikitpun kuragukan meski sekian tahun kenyataan seperti berbeda dari semua yang pernah kau ucapkan.
Sempat aku goyah untuk menanti satu kali lagi datangnya waktu agar bisa bersamamu. Namun ternyata aku selalu saja takut kau datang setelah aku berhenti menunggu. Sungguh, tak ingin kumengecewakanmu, sebab ku tak pernah lupa janjiku dulu.
Berikan aku alasan untuk meragukan semua ucapanmu dulu. Berikan aku satu jawaban pasti, sekalipun kita berdua tahu bahwa “Jodoh dan mati hanya IA yang tahu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar