Jumat, 29 Februari 2008

bejana yang retak

Bejana yang retak

S

eorang kuli pengangkut air di India bertugas melayani majikannya dengan mengambilkan air dari sungai ke rumah sang majikan. Ia mengangkut air dalam 2 buah bejana yang digantungkan pada sebatang tongkat pemikul yang dipikul pada pundaknya.

Salah satu bejanaitu retak pada pinggirnya, sedangkan bejana yang lain masih sempurna. Bejana yang sempurna selalu masih penuh air setiap kali tiba di rumah, sedangkan bejana yang retak meneteskan air disepanjang jalan dari sungai kerumah sampai isinya tinggal separuh setiap kali sampai dirumah.

Tak terasa sudah 2 tahun berlalu. Setiap hari pengangkut air itu menghantarkan 1 bejana penuh air dan 1 bejana berisi separuh ke rumah majikannya. Tidak mengherankan bila bejana yang penuh merasa bangga dengan pengabdian yang diberikannya, yang selalu sempurna sampai akhir. Sebaliknya bejana yang retak merasa tidak bahagia, malu karena ketidak sempurnaannya, sedih karena hanya dapat menghantarkan air separuh dari yang semestinya.

Karena merasa tidak sanggup menanggung rasa bersalahnya, sang bejana retak pada suatu hari memutuskan mengadu kepada sang pemikul air “aku malu sekali” katanya “aku meminta maaf kepadamu” “Tapi untuk apa?” Tanya sang pemikul air “Karena selama 2 tahun ini” cerita sang bejana “Retak pada bagian sampingku menyebabkan air menetes disepanjang jalan menuju kerumah majikan kita dan aku hanya dapat menghantarkan air separuh dari yang semestinya. Kau telah bersusah paying mengangkat aku dari sungai kerumah majikan setiap hari, tetapi karena ketidak sempurnaanku, kau tidak mendapatkan nilai penuh dari usahamu.” Keluh sang bejana yang sedang bersedih itu.

Dengan ramah , pemikul itu berkata kepada bejana yang malang,” kalau nanti kita kembali kerumah majikan hari ini, cobalah perhatikan bunga-bunga indah yang ada disepanjang jalan.”

Waktu sang pemikul dan kedua bejananya kembali mendaki bukit sang bejana tua yang retak melihat bunga-bunga liar berderet disepanjang jalan, cahaya matahari memperindah mereka, sedangkan angin sepoi-sepoi membuat mereka berayun-ayun dengan indahnya. Akan tetapi setiba dirumah, bejana yang retak itu masih saja merasa kecewa karena telah menumpahkan separuh dari isinya dan sekali lagi meminta maaf kepada sang pemikul atas kegagalannya.

Tapi sang pemikul berkata kepada bejana itu,”tidakkah kau memperhatikan bunga-bunga yang indah itu hanya ada pada sisi yang kau lewati? Karena aku selalu sadar tentang “kekuranganmu” aku sengaja menanam bunga pada sisi jalan yang kau lewati dan ketika setiap hari aku memikul kalian dari sungai, kau selalu mengairi bunga-bunga itu. Itu sebabnya setiap hari aku dapat memetik bunga-bunga indah untuk memperindah meja majikan kita. Andaikata bukan kau yang kupakai untuk mengangkut air, kita tidak dapat mempersembahkan indahnya ciptaan Tuhan ini kepada majikan kita.

Tidak ada komentar: